Senin, 19 Januari 2009

Kearifan Ibadah Kurban




Dokumentasi Cetak, Kompas, 29 Des 2006

Jumat, 29 Desember 2006

Forum
Kearifan Ibadah Kurban

Oleh Dadan Wahyudin
(dimuat di Kompas, Lembar Jawa Barat, 29 Desember 2006)

Momentum hari raya Idul Adha (10 Zulhijah) mengandung banyak nilai dan pelajaran yang hikmahnya bisa dipetik untuk kemaslahatan hidup umat manusia. Ditinjau dari perspektif bidang peternakan, pelaksanaan Ibadah Kurban memberi pengaruh signifikan terhadap aspek ekonomi dan spirit budidaya hewan kurban di kalangan peternak.

Sementara itu, persyaratan maksimal terhadap hewan kurban, hakikatnya merupakan jaminan proteksi bagi umat manusia untuk mengonsumsi produk daging yang layak, aman, berkualitas, dan sebagai perlindungan bagi pelestarian hewan kurban di masa depan. Dalam hubungan vertikal (hablum minallah), kesempurnaan kurban merupakan bentuk ubudiah persembahan seorang hamba kepada Sang Pencipta. 


Perintah kurban bermula tatkala Allah SWT memberikan titah kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putra tercintanya Nabi Ismail AS. Itu merupakan suatu pengorbanan luar biasa. Sebab, Nabi Ismail merupakan anak yang didambakan sejak puluhan tahun, tetapi tiba-tiba harus dijadikan kurban, dan nyawa sang anak harus direnggut melalui tangan ayah sendiri. 

Rezeki bagi peternak
Sesuai tradisi menjelang Idul Adha, peternak bakal kebanjiran order. Adalah kemurahan Allah bahwa hewan yang lazim dipakai kurban oleh masyarakat adalah hewan hasil budidaya kalangan peternak kecil dalam skala keluarga di pedesaan. Sangat jarang sapi-sapi impor skala perusahaan, seperti sapi efha, simental, angus, hereford, atau australian commercial cross (ACC) digunakan sebagai kurban. Masyarakat lebih menyukai sapi-sapi lokal, seperti sapi onggol, sapi bali, dan sapi madura. 

Momentum Idul Adha mampu menciptakan geliat perekonomian hingga ke pelosok daerah. Tidak hanya para belantik atau bakul hewan yang ingar-bingar turun ke kampung-kampung. Kini juga banyak konsumen yang berburu hewan kurban langsung ke lokasi peternak. 

Persaingan ini membawa keuntungan bagi peternak dengan disparitas harga mencolok yang berbeda ketika harga ditentukan tengkulak. Adanya nilai surplus secara ekonomi (fee) adalah bentuk kemurahan rezeki-Nya bagi kalangan keluarga peternak sekaligus insentif yang menarik minat untuk melakukan budidaya lebih intensif. 

Dalam kacamata peternakan modern, hewan betina dianggap hewan produktif sebagai "mesin uang harian" peternak. Sebaliknya, hewan jantan memiliki fungsi terbatas, yaitu sebagai produk daging atau tenaga. Selebihnya, khusus hewan jantan unggul digunakan sebagai pemacek, terkait proses reproduksi untuk mempertahankan kelangsungan generasinya. 

Padahal, secara alamiah persentase kemungkinan lahir (natalitas) individu jantan dan betina berpeluang sama besar (50:50). Akan tetapi, adanya seleksi dan pembatasan jumlah pejantan dengan penerapan sex ratio (perbandingan jumlah hewan jantan dan betina dalam suatu pembibitan) mengakibatkan tingginya apkir hewan jantan. Popularitas hewan jantan makin tereduksi manakala bioteknologi, seperti inseminasi buatan dan embrio transfer, mulai diimplementasikan di tingkat peternak. Bahkan, teknologi reproduksi kloning mengesampingkan penggunaan pejantan sama sekali.
Penggunaan hewan jantan dalam ritual Ibadah Kurban bukan saja diperintahkan dalam syariat, melainkan didukung juga oleh kajian ilmiah dengan argumentasi yang kuat dan memiliki nilai strategis dalam menjaga kelestarian populasi hewan kurban. 
 
Sebuah jawaban dan bukti kearifan yang menjangkau jauh ke depan memberikan pemecahan masalah regenerasi hewan kurban di masa depan. Andai saja hewan betina yang dijadikan hewan kurban, populasi unta, sapi, domba, atau kambing dalam hitungan dua-tiga tahun bakal punah.


Hal yang menjadi kendala di lapangan adalah tak lazim, peternak kita memiliki kartu catatan identitas (recording) ternak, seperti tanggal kelahiran, berat lahir, berat sapih, maupun asal-usul induk sehingga bisa saja umur dikelirukan. Namun, kita jangan dulu pesimistis. Sebuah teknik menaksir umur ternak banyak dipakai masyarakat, yaitu dengan melihat susunan gigi geligi yang mendekati keakuratan. Hewan umur musinnah ditandai digantikannya gigi susu dengan sepasang gigi seri dewasa (insisivus).

Penetapan ketentuan umur musinnah dalam kajian bidang peternakan memiliki beberapa aspek menguntungkan meliputi: 

1. Aspek produktif. Adanya proteksi hewan pra-musinnah beralasan karena hewan sedang pada tahap akselerasi pertumbuhan (high-growth) sehingga sangat produktif serta efisien mengonversi pakan ke dalam penambahan bobot badan. Adapun pasca-musinnah angka konversi menjadi kurang efektif karena berat badan cenderung konstan dikarenakan proses selanjutnya berupa pematangan organ-organ (maturity). 

2. Aspek kualitatif. Fase ini merupakan fase daging berkualitas prima, empuk, serat daging tersebar merata, tidak berlemak, serta warna segar (fresh): sebuah konsumsi istimewa bagi orang yang seleranya selalu menginginkan hal terbaik. Berbeda dengan daging cempe atau pedet yang berserat, lembek, berlendir, dan berbau anyir. Daging hewan tua bakal alot, keras, dan berkadar lemak tinggi. 

3. Aspek normatif. Ibadah Kurban mengajarkan sebuah eksploitasi beretika dan tanggung jawab. Dengan pemotongan umur tertentu, anak-anak hewan kurban terlindungi dari eksploitasi berlebihan sekaligus mempersiapkan stok kurban tahun berikutnya. 

Harus sehat
Performa hewan sehat dapat dikenali melalui ciri-cirinya, yaitu mata jernih, lincah, nafsu makan baik, dan warna kulit tampak cerah. Adapun gejala hewan sakit antara lain tampak lesu dan pucat; tampak lendir pada mata, hidung, kulit, dan anus; kurus karena nafsu makan rendah; gerakannya lambat. Rasulullah SAW melarang para sahabat untuk menyembelih hewan kurban sakit atau memiliki cacat tubuh, seperti tanduknya pecah, telinga sobek melebihi separuh, mata buta, atau dengan kata lain hewan kurban harus sempurna. 

Dari segi kesehatan, hewan kurban harus terbebas dari penyakit berbahaya bagi manusia (zoonosis). Penyakit yang tidak ditoleransi untuk dikonsumsi antara lain adalah apthae epizootical (PMK), bovine spongiform enchephalophaty (sapi gila), dan antraks.



Pesan itu mengingatkan kalangan peternak untuk senantiasa memelihara kebersihan dan sanitasi kandang, pencegahan penyakit (vaksinasi), pemberian pakan berimbang, dan tata laksana pemeliharaan yang sehat.

Ibadah Kurban telah mengajarkan dengan gamblang segala kearifan dan sikap bijak perihal eksploitasi hewan kurban secara beretika. Dengan kearifan pula, pemotongan hewan kurban, berapa pun jumlahnya, tak akan membuat punah spesies ini dari muka Bumi.
Ketersediaan stok tahun berikutnya tak terpengaruh sedikit pun oleh banyaknya hewan kurban yang disembelih. Mengapa? Sebab, untuk hewan kurban ada proteksi berupa larangan terhadap eksploitasi induk dan anak hewan belum cukup umur sehingga proses regenerasi tidak pernah terganggu. 

Hal tersebut dapat menyadarkan kita akan pentingnya keserasian hubungan antara manusia dan lingkungan yang harus senantiasa terjaga dalam keseimbangan. Berkaca dari segala kearifan tersebut, kita bisa memetik pelajaran berharga tentang bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber daya alam secara proporsional dengan memerhatikan kelestarian lingkungan untuk kemakmuran umat manusia. 

DADAN WAHYUDIN Praktisi Peternakan
Gazelle '91 -Fapet Unpad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar